Senin, 14 Januari 2013

Mahasiswa Dan Politik


Keberadaan mahasiswa sebagai salah satu kekuatan politik dalam konteks bernegara/bangsa sedikit banyak merupakan fenomena universal. Pada beberapa bangsa/Negara, hampir setiap perubahan sosial besar yang terkait dengan kekuasaan, selalu melibatkan peran mahasiswa. Begitu pula dengan pengalaman sejarah mahasiswa di Indonesia, peran mahasiswa sebagai kekuatan politik sangat dirasakan.
Dapat dikatakan, mahasiswa menjadi salah satu inisiator dan atau agen dalam diskursus ide/ideologi gerakan-gerakan sebelum dan setelah kemerdekaan serta zaman Reformasi di Republik Indonesia.
Mahasiswa merupakan bagian dari kelompok bermasyarakat/sosial yang secara khusus mendapat kesempatan mengikuti proses pendidikan formal di bangku kuliah perguruan tinggi. Potensi bekal pengetahuan yang didapat lewat bangku kuliah atau pendidikan tinggi ini, menyebabkan mahasiswa kerap dianggap sebagai salah satu segmen/bagian penting dalam kelompok sosial masyarakat. Bahkan, ada yang menyebutkan bahwa mahasiswa sebagai kelompok terpelajar intelektual atau kelompok strategis.
Persepsi ini timbul karena kesadaran kritikal mahasiswa terhadap kinerja kekuasaan dan lingkungan sosialnya. Persepsi semacam ini dalam kurun waktu terdahulu menemukan basis empiriknya, yaitu peran heroik mahasiswa dalam tiap segmen perubahan sosial dan politik penting sejarah negara-berbangsa, termasuk sejarah panjang perjuangan Bangsa Indonesia.

Peran heroik mahasiswa itu cenderung gegap gempita dalam struktur kepolitikan negara-bangsa otoriter. Karena dalam struktur kepolitikan yang otoriter itu mahasiswa menemukan musuh bersama yaitu penguasa otoriter yang jadi pengikat kesatuan kekuatan mahasiswa. Sebaliknya, peran heroik mahasiswa, cenderung memudar, fluktuatif dan sepi dalam struktur kepolitikan negara-bangsa yang demokratis. Sebab, struktur kepolitikan demokratis niscaya berkepentingan mengakomodasi pelibatan kekuatan sosial secara inklusif, termasuk mahasiswa. Sehingga, gaung peran heroik mahasiswa itu tak mencuat ke permukaan, tetapi terlembaga dalam struktur politik negara-bangsa.
Selalu ada konteks lingkungan yang melingkupi gagasan dan kegiatan mahasiswa dimana dan kapanpun. Salah satu kerangka pemikiran yang dapat dipakai untuk menjelaskan realitas interaksional antara mahasiswa dengan lingkungannya adalah perspektif ekonomisme dan perspektif politisisme. Benang merah perspektif ekonomisme dan perspektif politisisme adalah fokus pada preferensi dan kepentingan bersama, bukan individu. Sehingga, dalam kerangka keberadaannya, mahasiswa dipahami sebagai komunitas yang memiliki nilai bersama (share values), bukan dipahami sebagai individu-individu mahasiswa yang memiliki nilai berfragmentasi (fragmented values). Perspektif ekonomisme mengasumsikan proses-proses politik adalah hasil dari interaksi antarkekuatan sosial yang ada dimasyarakat. Sedangkan perspektif politisisme mengasumsikan negara/pemerintah adalah juga merupakan salah satu kekuatan social yang terlibat dalam proses interaksi dengan kekuatan social yang lain. 
Mahasiswa tak mungkin terlepas dari politik. Sadar atau tidak sadar, suka atau tidak suka, mahasiswa akan selalu dilingkupi oleh politik. Interaksi mahasiswa dengan politik dapat bersifat tiga arah, yaitu, mempengaruhi, dipengaruhi, atau saling mempengaruhi. 

Hingga abab 20–an, politik cenderung dilekatkan dengan konotasi idea tau ideologi. Beragam ideologi yang bermuara pada semangat kemerdekaan, nasionalism-etnik, nasionalisme-civic dan kolektivisme menjadi arus utama dalam diskursus dunia saat itu. Mahasiswa sebagai salah satu kekuatan social dalam masyarakat pun terlibat aktif dalam pergumulan ide/ideology dunia tersebut. Memasuki abab 21 hingga sekarang, konotasi politik cenderung bergeser dari sekedar ide/ideologi menjadi kehadiran/representasi. Mind-set dibalik politik kehadira/representasi mengandalkan setiap individu atapun kelompok (termasuk mahasiswa) memiliki posisi dan hak yang sama untuk berpartisipasi dalam tatanan kehidupan yang melingkupinya. 
Disamping itu, berkembang keyakinan bahwa perubahan tak mungkin terjadi hanya dengan gagasan, tetapi harus dengan pelibatan diri dalam kelembagaan politik, maka jejaring ekonomi politik niscaya menjadi persyaratan. Itu sebabnya, semua kekuatan sosial yang ada di masyarakat termasuk mahasiswa, berkepentingan membangun jejaring dengan partai politik, ormas, political executive, organisasi ekstra kampus, organisasi intra kampus, LSM, kekuatan kapital bahkan kekuatan global. Semakin luas jejaring ekonomi politik yang dimiliki, maka semakin besar peluang dilibatkan dalam kelembagaan politik. Sebaliknya, semakin sempit jejaring ekonomi politiknya, maka semakin besar peluang tersingkir dari kelembagaan politik. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar